Shafira Cendra Arini – detikFinance
Rabu, 15 Mei 2024 16:50 WIB
Tangerang – Pemerintah Singapura berkomitmen untuk mengadopsi teknologi tangkap dan simpan karbon atau Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization and Storage (CCS/CCUS).Hal ini dibuktikan melalui komitmen Letter of Intent (LOI) bersama Indonesia di bidang tersebut pada Februari lalu.
Wakil Sekretaris (Industri) Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura Keith Tan mengatakan, negaranya mematok target bebas emisi (Net Zero Emission/NZE) pada 2050 atau 26 tahun lagi. Saat ini, emisi gas CO2 di Singapura masih berada di posisi 54 juta ton per tahun.
“Banyak hal yang kita coba lakukan dalam hal dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan, sektor industri, dengan memperkenalkan dan memperketat efisiensi energi. Namun pada akhirnya kita harus menggunakan CCS karena masih banyak aktivitas yang sulit untuk dipatuhi,” kata Keith dalam acara IPA Convex 2024 di ICE BSD, Tangerang, Rabu (15/5/2024).
Untuk menerapkan teknologi CCS, pemerintah Singapura sangat getol menjalankan studi dan konsultasi dengan para pelaku industri. Hal ini diharapkan dapat menghasilkan formula yang paling tepat untuk diaplikasikan.
“Studi dan konsultasi sangat signifikan dilakukan bersama penasihat para ahli dari ExxonMobil, Shell, untuk membantu kami memikirkan bagaimana kami dapat menyusun CCS dengan cara yang layak secara komersial bagi penghasil emisi besar di Singapura,” ujarnya.
Studi ini utamanya terkait peran pemerintah dalam pembagian peran, modal dan investasi, hingga penyediaan infrastruktur. Di Singapura, pemerintah perlu membangun infrastruktur umum seperti pipa penghubung sebagai fasilitas agregasi dan sebagainya.
“Namun, peran pemerintah dalam mendorong pengaturan G2G yang perlu kita ciptakan. Jadi ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang sekarang kita pelajari, termasuk studi konsultasi yang membantu kita mengambil keputusan tentang di mana kita dapat menyimpan CO2, dan bagaimana bekerja sama dengan negara-negara tersebut. Tentu saja dengan Indonesia sebagai mitra utama dan pemain dalam hal ini,” terang dia.
Oleh karena itu, Keith mengaku senang berkesempatan untuk bertemu Pemerintah Korea Selatan dan Jepang pada gelaran IPA Convex 2024. Hal ini lantaran menurutnya kedua negara asal Asia Timur itu juga punya komitmen kuat terhadap CCS.
“Tentu saja, permintaan mereka jauh lebih besar dibandingkan Singapura dan kami senang dapat bekerja sama, mencari cara untuk bekerja sama dengan Jepang, Korea, dan negara-negara lain untuk melihat bagaimana kami dapat membuat CCS berfungsi,” imbuhnya.
Menurut Keith, Singapura akan kesulitan dalam mencapai target NZE 2050 apabila berjalan sendirian. Sebagai negara pembeli kapasitas penyimpan karbon, Singapura wajib bekerja sama dengan negara penyedia dalam mengoptimalkan implementasi CCS/CCUS.
“Kita harus mampu membuat, merancang perjanjian sedemikian rupa supaya memberi kontribusi dan meningkatkan kredibilitas CCS, serta menyelaraskan dengan best practice dan standar yang ada,” pungkasnya.
(shc/ara)