Nafilah Sri Sagita K – detikHealth
Kamis, 07 Mar 2024 06:00 WIB
Nusa Dua – Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti bicara soal kemungkinan kenaikan iuran imbas potensi defisit berjalan. Didorong besaran klaim tahun ini yang lebih besar, hingga inflasi di bidang kesehatan tinggi.
“Tahun ini bisa defisit tahun berjalan, tapi bukan defisit BPJS ya. Karena kita punya aset,” tuturnya dalam media briefing di Nusa Dua, Bali, Rabu (6/2/2024).
Besaran klaim yang meningkat juga dilatarbelakangi peningkatan pengguna BPJS Kesehatan di masyarakat. Kepercayaan warga terhadap jaminan kesehatan nasional (JKN) terus meningkat.
“Kepercayaan masyarakat yang meningkat tajam, masyarakat yang tidak mau pakai, sekarang pakai,” lanjut dia.
“Tahun ini ada tambahan 45 triliun. Tambahan saja 45 triliun belum yang dibayarkan,” sambungnya.
Besaran klaim di 2022 sebanyak Rp 113.472.538, sementara di 2023 meningkat menjadi Rp 158.852.391.
Baca juga:
Soal Wacana Penerapan KRIS Awal 2025, BPJS Kesehatan Angkat Bicara
Prof Ghufron menyebut diperlukan solusi yang ideal untuk menjawab risiko defisit berjalan. Namun, hal ini juga memerlukan pertimbangan lebih lanjut dari kesiapan masyarakat terkait besarannya.
“Warga Indonesia yang nunggak kan kena denda saja, langsung teriak-teriak,” katanya.
Menurutnya, ada banyak strategi yang bisa dilakukan untuk mencegah risiko potensi defisit berjalan. Salah satu yang juga disorot adalah kebijakan di hampir seluruh negara yang melakukan cost sharing.
“Coba liat di Australia, setiap beli ada obat ada copayment, di Jepang setiap RS 30 persen, di Korea bayar, range-nya harga 20 hingga 30 persen,” jelas Prof Ghufron.
“Jadi kita cari solusi yang pas, kita sampaikan laporan persentase, kalau presiden lama mau naikkan ya bagus-bagus saja kita lebih senang, cuma masyarakatnya lebih senang atau nggak? Itu kan persoalan lain,” pungkasnya.