Ignacio Geordi Oswaldo – detikFinance
Jumat, 16 Feb 2024 16:23 WIB
Jakarta – Prabowo Subianto disebut-sebut akan memangkas subsidi energi, termasuk di dalamnya subsidi BBM. Hal ini dilakukan untuk mendanai biaya program makan siang gratis yang dicanangkannya jika resmi terpilih jadi Presiden baru RI. Benarkah demikian?
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Eddy Soeparno, menjelaskan banyak pihak salah paham terkait hal tersebut. Ia menyebut yang akan dilakukan bukanlah memangkas subsidi energi, melainkan efisiensi penyaluran subsidi yang dapat menekan anggaran.
“Gini, dari tadi saya salah dikutip terus loh, dan saya sudah perbaiki. Gini ya, jadi subsidi energi itu nilainya tahun lalu Rp 500 triliun, tahun ini Rp 350 triliun. Terbesar dari subsidi energi itu adalah untuk Pertalite sama LPG 3 kg, yang mana 80% penggunanya adalah masyarakat mampu,” kata Eddy saat dihubungi detikcom, Jumat (16/2/2024).
“Kalau datanya kita perbaiki, kalau tata kelolanya kita perbaiki, otomatis kan berkurang nilai subsidinya karena bisa langsung kita alokasikan kepada mereka yang berhak. Bukan mereka yang mampu (mendapat subsidi energi) jadinya, jadi mereka yang berhak,” sambungnya lagi.
Untuk itu dirinya kembali menekankan pihak Prabowo-Gibran tidak memiliki keinginan untuk memangkas jumlah subsidi energi, apalagi subsidi BBM seperti yang banyak diisukan.
“Jadi tidak ada kata-kata ‘memangkas’ (subsidi), tidak ada intensi (keinginan) memangkas. Jadi kita melakukan evaluasi terhadap subsidi energi agar diberikan kepada mereka yang berhak, sehingga tepat sasaran,” tegas Eddy.
Dari efisiensi pemberian subsidi inilah pemerintah dapat menekan anggaran, dengan begitu selisih anggaran subsidi sebelumnya dapat digunakan untuk keperluan pemerintah lainnya.
“Kalau itu dilakukan, otomatis besaran subsidi energi akan berkurang yang mana kemudian dananya bisa dipakai untuk yang lain-lain,” ungkapnya.
Di luar itu Eddy mengaku pihak TKN juga sudah mengusulkan kepada Prabowo jika ia benar terpilih nanti, pemerintah perlu menggali potensi sumber-sumber energi terbarukan yang ada. Dengan begitu pemerintah dapat mengurangi jumlah ekspor BBM dan LPG yang memakan sebagian besar dana subsidi energi saat ini.
“Terus saya tambahkan juga bahwa kita juga harus menggali sumber-sumber energi terbarukan yang ada di dalam negeri, seperti energi surya, terus kemudian energi pasan bumi, dll. Supaya apa? Itu mengurangi kebutuhan kita untuk BBM impor, LPG impor. Otomatis kan ada penghematan juga,” jelas Eddy.
Saat ditanya apakah selisih dana ini akan digunakan untuk biaya program makan siang atau keperluan yang lain, Eddy mengaku belum tahu ke depannya dana tersebut akan dimanfaatkan untuk apa. Sebab ia sendiri belum mendapatkan arahan lebih lanjut.
“Ya kan pertanyaan ke saya (saat wawancara sebelumnya) ‘itu program makan siang gimana pembiayaannya?’, saya bilang salah satunya dari peningkatan rasio perpajakan. Bisa juga dari cara kita kemudian mengelola subsidi energi menjadi lebih efisien,” katanya.
“Ya saya tidak tahu, tapi untuk tindak lanjutnya (program efisiensi subsidi energi dan pengalokasian dana) kami sebagai tim pekerja menunggu arahan,” papar Eddy lagi.
(fdl/fdl)