Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan di Era Digital

0
131

Abdul Mongid – detikFinance
Selasa, 25 Okt 2022 08:12 WIB

Jakarta – Ketika Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/ 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, semua menyambut gembira dan menjadi bukti kemajuan cara berpikir OJK. Bahkan saat itu OJK dianggap sebagai salah satu otoritas yang pro inovasi.
Peraturan OJK ini menjadi dasar bagi terselenggaranya pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi yang membantu mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.

Setelah keluarnya peraturan itu boleh dikatakan digitalisasi layanan keuangan telah memasuki babak baru. Hampir semua layanan keuangan dari pinjaman, investasi dan asuransi telah dihadirkan dengan layanan online.

Banyak sekali keuntungan yang diperoleh baik dari sisi konsumen maupun perusahaan. Fleksibiltas, kemudahan dan biaya merupakan daya tarik yang dinikmati konsumen.

Sementara bagi penyedia layanan, layanan digital menjangkau pasar yang tidak terbatas dan meningkatkan efisiensi operasional. Bahkan layanan yang sebelum dibatasi waktu, sekarang dapat diberikan dalam 24 jam.

Sayangnya, tidak semua digitalisasi layanan ini dipersepsi positif. Ada yang reputasinya di masyarakat negatif. Bukan karena layanan atau produknya tetapi karena adanya ‘penumpang gelap’ yang menyalahgunakan layanan baru ini secara ‘brutal’ untuk keuntungan sendiri dengan mengeksploitasi masyarakat akar rumput (grass roots).

Beragam cerita memilukan korban Pinjaman Online (pinjol) terutama terkait dengan suku bunga yang tidak masuk akal,cara penagihan yang sangat tidak sopan yang disertai dengan ancaman membocorkan rahasia pribadi sampai penggunaan debt collector sering kita dengar atau baca.Bahkan ada korban yang sampai bunuh diri karena tidak tahan menghadapi tekanan dari perusahaan pinjol ilegal.

Makanya kalau mendengar istilah pinjol langsung persepsi negatif muncul. Kalau ditelisik dari cerita para korban, semua ternyata tidak mampu membedakan mana perusahaan yang legal dan mana yang illegal.

Merespon perkembangan itu, OJK bertindak cepat dan tegas. OJK makin gencar memperkuat Perlindungan Konsumen jasa keuangan khususnya terkait dengan pinjaman online tidak berizin alias ilegal. Selain merugikan para korban, praktik pinjol ilegal ini juga merugikan nama baik OJK dan penyedia layanan yang berizin.

Melalui kerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika , OJK telah melakukan berbagai inisiatif di antaranya menutup banyak situs pinjol tak berizin. OJK merespons ‘petak umpet online’ para pelaku adalah dengan memperkenalkan robot untuk mengawasi dan mendeteksi praktik-praktik pinjaman online yang yang merugikan masyarakat.

Aplikasi yang dikenal dengan nama Chatbot Customer Support Technology menyediakan layanan sarana untuk melakukan pengaduan digital bagi masyarakat sehingga dapat melaporkan aksi pinjol ilegal secara real time. Layanan ini juga menyasar iklan-iklan menyesatkan terkait pinjaman uang instan yang merajalela di situs media sosial.

Tiga Pilar

Perlindungan kepada konsumen jasa keuangan adalah dasar dan alasan yang membenarkan keberadaan (la raison detre) OJK. Artinya OJK lahir untuk menjadi pelindung dan sekaligus pembela konsumen.

Dalam perspektif teori, OJK dapat dipandang sebagai representasi atau wakil dari konsumen jasa keuangan. Latar belakangnya adalah tidak semua konsumen itu memiliki pengetahuan dan keahlian dalam menilai apakah lembaga keuangan dikelola dengan baik atau buruk.

Dalam bahasa Akademi OJK bertindak sebagai utusan untuk mengawasi (delegated monitor) agar perilaku lembaga keuangan sesuai dengan harapan konsumen terutama terhadap sustainability-nya. Ada tiga pilar dalam membangun system perlindungan konsumen jasa keuangan yang handal dan menjamin integritas industri keuangan.

Pilar pertama adalah edukasi dan literasi. Konsumen yang teredukasi baik akan dapat menentukan produk apa yang sesuai dengan kebutuhan. Mereka mampu membedakan perusahaan yang benar dan yang abal-abal.

Pemahaman yang bagus sebagai hasil dari edukasi dan literasi akan membuat nasabah terlindungi dari produk berbahaya yang ditawarkan. Artinya kalau ada pemasaran produk yang menipu langsung ditolak karena tidak masuk akal.

Konsumen yang memiliki pengetahuan (educated customers) dapat mencari informasi atau saran yang independen atas suatu produk yang ditawarkan. Bahkan ketika sudah merasa dirugikan, mereka dapat menyelesaikan konflik yang terjadi secara personal maupun melalui pembelaan dari OJK atau lembaga perlindungan konsumen.

OJK telah menggandeng berbagai lembaga untuk meningkatkan perlindungan baik dari sisi preventif maupun represif. Dalam rangka perlindungan terhadap praktek investasi bodong OJK aktif bekerja sama dengan Satgas Waspada Investasi (SWI).

Hasilnya banyak modus operasi investasi bodong ditemukan dan ditindak sehingga dapat dicegah sebelum merugikan konsumen. OJK juga mendorong agar jika terjadi sengketa terkait dengan produk jasa keuangan agar menggunakan fasilitasi Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) yang memiliki peran penting dalam perlindungan konsumen.

Sinergi ini sangat tepat untuk penyelesaian yang efisien. Makanya ke depan sinergi lebih gencar ketiga lembaga ini untuk peran preventif dalam bentuk edukasi dan literasi dan Langkah kuratif sangat diperlukan.

Pilar kedua adalah perusahaan jasa keuangan. OJK telah mendorong industri keuangan sadar betapa pentingnya menjaga kepentingan konsumen.
Perusahaan sebagai provider jasa keuangan perlu melihat perlindungan konsumen terkait dengan hubungan bisnis jangka panjang yang saling menguntungkan. Seharusnya konsumen dapat memperoleh informasi yang akurat, tidak bias atas produk jasa keuangan.

Ini penting agar dalam mengambil keputusan berdasarkan kepada informasi yang akurat, bukan karena ditipu (deceived) oleh iklan ataupun janji dari para petugas front office. Ingat memperlakukan konsumen secara adil akan meningkatkan reputasi perusahaan.

Menyikapi masih terjadinya praktek tidak sehat dalam pemasaran produk jasa keuangan maka komitmen perbaikan tata kelola (governance) perlu dilakukan. Ingat, tata kelola perusahaan yang berbasis transparansi, akuntabilitas, responsibiltas, independensi dan fairness bukan untuk pengelolaan internal perusahaan saja namun juga berlaku juga pada produk dan konsumen.

Sudah seharusnya seperangkat aturan terkait perlindungan konsumen juga dibuat dan diimplementasikan. Di sinilah pemahaman dan visi direksi menentukan dalam membangun tata Kelola layanan konsumen.
-ADVERTISEMENT-

Ingat, customer relationship yang tercipta baik membawa efek pemasaran yang indah. Sebaliknya kemarahan konsumen atas produk maupun keluhan atas dukungan layanan sampai perasaan dirugikan karena ‘Jebakan Batman’ akan menjadi kampanye negatif melalui berita buruk di media sosial.

Ini jelas merusak reputasi. Bukan hanya merusak reputasi individual perusahaan saja namun dalam jangka panjang juga merusak reputasi dan merugikan industri keuangan secara keseluruhan.

Pilar ketiga adalah OJK. Pengaturan, pengawasan, edukasi, sosialisi sampai penindakan merupakan wujud dari perlindungan baik kepada konsumen maupun industri. Konsumen dan industri harus menyadari bahwa tindakan yang dilakukan OJK bukan untuk menghambat perkembangan industri atau merugikan konsumen.

Namun tindakan itu semata mata untuk menjaga kepentingan semua pihak. OJK selalu menekankan bahwa industri keuangan harus selalu menjaga intergitas, ketaatan pada aturan dan menjaga relationship dengan nasabah untuk kepentingan jangka pajang.

Dengan makin maraknya digitaliasi layanan keuangan, perlindungan konsumen akan melebar kepada keamanan transaksi dan data nasabah. Isu terkait kemanan data makin penting saat ini.

Artinya kerjasama antara konsumen, perusahaan jasa keuangan dan OJK harus makin mesra untuk membangunan ‘benteng pelindung’ keamanan data di masing masing lembaga keuangan. Ini terutama terkait dengan pencegahan kebocoran data nasabah.

Upaya ini tidak bisa dibebankan kepada satu pihak saja. Semua pihak wajib memberi kontribusi maksimal agar digitaliasi layanan keuangan bukan saja memberi dampak efisiensi, kecepatan dan biaya tetapi juga keandalan dan integritas keamanan data nasabah yang terjamin.

Senior Economist Segara Institute
Gurubesar UHW Perbanas
Abdul Mongid

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here