Silvia Ng – detikNews
Jumat, 19 Mei 2023 16:54 WIB
Jakarta – Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfaraby, mengungkapkan elektabilitas bakal capres Ganjar Pranowo turun untuk pertama kalinya dalam setahun terakhir. Kini, elektabilitas Ganjar di angka 31,9 persen, yakni di nomor urut kedua setelah Ketum Gerindra Prabowo Subianto.
“Sejak Mei 2022, elektabilitas Ganjar cenderung naik dari serial survei LSI Denny JA. Pada Mei 2022, elektabilitas Ganjar masih di bawah Prabowo di angka 27,9 persen. Kemudian cenderung naik hingga puncaknya pada Januari 2023 dengan elektabilitas sebesar 37,8 persen. Di Mei 2023, setahun kemudian, elektabilitas Ganjar turun di angka sebesar 31,9 persen,” ujar Adjie saat memaparkan rilis survei di kantor LSI Denny JA, Jakarta Timur, Jumat (19/5/2023).
Adjie mengungkapkan tiga alasannya. Alasan pertama elektabilitas tersebut menurun ialah karena efek negatif pernyataan Ganjar yang menolak keikutsertaan Israel sebagai peserta Piala Dunia U-20.
“Pertama, efek negatif batalnya Indonesia sebagai tuan rumah piala dunia U-20. Batalnya Indonesia sebagai tuan rumah memang bukan keputusan Ganjar, namun keputusan dari FIFA. Namun, pernyataan Ganjar yang ikut menolak keikutsertaan Israel sebagai peserta Piala Dunia U-20 dianggap sebagai salah satu faktor penyebab batalnya Indonesia sebagai tuan rumah,” terang Adjie.
Adjie mengatakan sebanyak 72 persen responden mengaku kecewa karena Indonesia gagal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Ganjar, katanya, dinilai sebagai orang yang paling disalahkan atas hal itu.
“Survei menunjukan bahwa 72 persen publik menyatakan kecewa gagalnya Indonesia sebagai tuan rumah. Dari mereka yang menyatakan kecewa, Ganjar Pranowo dianggap sebagai orang yang paling disalahkan atas gagalnya Indonesia sebagai tuan rumah,” ungkap Adjie.
Alasan kedua, kata Adjie, karena Ganjar dianggap bukan tipe pemimpin yang kuat. “Status Ganjar yang dideklarasikan dan dibincangkan publik sebagai ‘petugas partai’ melemahkan persepsi personal Ganjar. Ganjar dinilai sebagai pemimpin yang tidak mampu mengambil keputusan sendiri, karena harus berkonsultasi atau direstui dulu setiap keputusannya oleh ketum partainya. Bahkan dalam FGD LSI Denny JA, ada yang menyatakan bahwa Ganjar hanyalah ‘calon boneka’,” ujarnya.
Yang terakhir, kata Adjie, yakni soal kesejahteraan di Jawa Tengah.
“Ketiga, buruknya kinerja Ganjar dalam menangani masalah kemiskinan di Jawa Tengah. Data menunjukan bahwa Jawa Tengah adalah provinsi kedua termiskin di pulau Jawa. Kemiskinan di Jawa Tengah pada tahun 2022, mencapai 10,98 persen. Bahkan angka kemiskinan Jawa Tengah ini melampaui rata-rata angka kemiskinan nasional Angka kemiskinan nasional pada tahun 2022 sebesar 9.57 persen, sementara Jawa Tengah prosentasi penduduk miskin sebesar 10.98 persen,” kata Adjie.
“Ganjar dipersepsikan gagal menangani kemiskinan, yang menjadi salah satu isu penting dan prioritas bagi publik,” sambungnya.
Respons PDIP
Menanggapi hal itu, politikus senior PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan pihaknya harus membiasakan menerima survei dengan sikap yang kritis. Dia lalu menyinggung soal detail metodologi survei hingga kemungkinan sponsor yang terlibat dalam tiap pelaksanaan survei.
“Kita harus membiasakan diri untuk menerima dengan sikap kritis hasil survei yang naik turun, detail dari pelaksanaan survei tersebut. Mulai dari metodologi sampai kemungkinan sponsor yang terlibat itu harus dicermati,” kata Hendrawan saat dihubungi.
“Hasil-hasil tersebut sering cepat berubah seturut dinamika politik nasional dan wacana dominan yang sedang berlangsung,” sambungnya.
Hendrawan mengatakan partainya saat ini tengah fokus pada konsolidasi internal dan jejaring elektoral. Solidaritas partai, kata Hendrawan, akan menentukan bonafiditas eksternal.
“Itu sebabnya, prioritas parpol saat ini difokuskan kepada konsolidasi internal dan jejaring elektoralnya. Soliditas internal akan menentukan bonafiditas eksternal,” katanya.