BERANDA

KPAI Prihatin Kasus 4 Anak Diduga Dibunuh Ayah di Jaksel, Beri 13 Catatan

Jabbar Ramdhani – detikNews
Kamis, 07 Des 2023 13:37 WIB

Jakarta – Wakil Ketua KPAI Jasra Putra menyatakan berduka atas kasus 4 anak tewas diduga dibunuh ayahnya di Jagakarsa, Jakarta Selatan (Jaksel). Kasus itu mengingatkannya atas kasus tewasnya Arie Hanggara (7) yang dibunuh ayah kandung dan ibu tirinya yang terjadi pada 1984.
“KPAI menyampaikan belasungkawa sedalam-dalamnya atas tragedi kelam di dunia perlindungan anak. Saya kira hari ini akan dikenang terus-menerus dunia perlindungan anak, setelah peristiwa keji Arie Hanggara, seorang anak yang dipukuli orang tua hingga meninggal,” kata Jasra dalam keterangannya, Kamis (7/12/2023).

Jasra menyambangi rumah lokasi ditemukannya empat anak tewas tersebut di Gang Haji Roman Jalan Kebagusan Raya, Jagakarsa, Jaksel. Dia berharap pembunuh empat anak berinisial VA (6), SP (4), AR (3), dan AS (1) itu dihukum maksimal.

“Tentu hukuman maksimal menanti pelaku pembunuh 4 anak tersebut,” kata dia.

KPAI bertemu Kepolisian, Wakil Camat, Sudin Perlindungan Anak, Ketua RT, pemilik kontrakan, hingga Satpol PP di lokasi. PD alias P (41) yang menjadi kepala keluarga sudah berbulan-bulan tak bayar kontrakan.

“Keterangan pemilik kontrakan yang masih saudara dengan RT, bahwa pelaku sudah 7 bulan tidak bayar kontrakan rumah yang berbiaya Rp 1,5 juta. Pemilik kontrakan sudah berusaha mengusir,” katanya.

KPAI mempertanyakan mekanisme penanganan kasus KDRT ketika di dalamnya ada anak-anak yang berpotensi menjadi korban pelampiasan. Diketahui, sebelum terungkapnya kematian 4 anak tersebut, sudah lebih dulu terjadi kasus KDRT dari P terhadap istrinya, D.

“KPAI melihat problem ekonomi menjadi persoalan keluarga tersebut sejak awal yang memicu persoalan lainnya, sehingga terjadilah peristiwa tersebut. Karena sering kali dalam konflik orang tua, anak dijadikan jaminan, ancaman dan sasaran dari konflik yang tidak berkesudahan,” ujar dia.

KPAI memberikan 13 poin catatan terkait kasus tersebut:

1. KPAI melihat ada problem dalam memastikan pengasuhan anak yang layak dalam orang tua berkonflik dan status rumah kontrakan.

2. Warga sudah mengetahui konflik mereka sejak lama dari tanggal peristiwa, artinya ada situasi keluarga yang harusnya dapat di laporkan dan mendapat intervensi, terutama dalam hal ini sebagaimana mandat Undang Undang Perlindungan Anak menjauhkan anak sementara dari keluarga berkonflik, hanya mungkin masyarakat belum terbiasa merujuk anak anak ke lembaga yang diberi wewenang menerimanya.

3. Warga mengetahui rumah tersebut sudah tidak beraktivitas sejak Minggu Malam, namun tidak ada mekanisme, atau seorangpun yang memeriksa, siapakah yang berwenang melakukan atau memastikan kondisi anak.

4. Sabtu (25/12) disampaikan warga ibu dari anak anak tersebut masuk Rumah Sakit akibat KDRT. Sejauh mana penanganannya? Apakah ada proses penahanan pelaku? Kalau tidak ditahan karena alasan apa?

5. Sebagaimana mandat Undang Undang Perlindungan Anak, bila menemukan anak dalam keluarga berkonflik, maka anak anak tersebut masuk kategori Perlindungan Khusus Anak. Maka sejauh apa pemahaman masyarakat dan petugas, dalam soal memastikan anak penting untuk dihindarkan sementara dari konflik orang tuanya. Apakah masyarakat dan petugas mengerti mekanisme merujuk anak anak yang kehilangan pengasuhan orang tua berkonflik

6. Darurat RUU pengasuhan anak. Karena untuk intervensi di dalam keluarga, butuh payung kebijakan komperhensif. Termasuk, ketika ada kekerasan, petugas dapat segera menindaklanjuti kondisi pengasuhan anak yang terancam

7. Yang paling berat lagi dalam kasus ini, sebenarnya, melalui ada dan tidaknya anggaran dalam kasus KDRT. Kalau ada anggaran, tentu akan membawa sensitifitas, kepekaan, responsif dan inisiatif di lapangan dalam segera menyelamatkan anak dalam keluarga KDRT. Karena jika terbiasa tidak dianggarkan, maka petugas akan kesulitan dalam melaksanakan berbagai tugasnya dalam satu kasus saja, misalnya.

8. Siapa yang paling merasa bertangung jawab, ketika dalam kasus KDRT meninggalkan anak-anak, apalagi anak ditinggalkan dengan pelaku, apakah ada anggaran pengasuhan anak di kepolisian? Atau dalam persoalan seperti KDRT yang menyertakan anak, ada payung kebijakan lintas profesi untuk menyikapinya.

9. Harus memiliki shelter yang ditetapkan, sebagai tempat anak korban KDRT. Yang punya SOP dalam pengembalian anak ke orang tua, kalau kasus penyebab KDRT-nya sudah ditemukan.

10. Bahwa ormas, rumah ibadah, masyarakat peduli anak, RT/RW, jadi penting berfungsi sebagai gugus tugas persoalan keluarga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *