Dinda Zahra Ghaisani Usdi – detikHealth
Minggu, 16 Apr 2023 06:00 WIB
Jakarta – Celine Dion kembali berkarya meski didiagnosis stiff person syndrome. Pemenang Grammry Award ini akan memulai debutnya di layar lebar dalam film ‘Love Again’ sekaligus merekam beberapa lagu baru untuk soundtracknya.
Ini akan menjadi lagu rilisan pertamanya usai didiagnosis kondisi saraf langka pada Desember silam. Atas kondisinya inilah, Celine Dion mengumumkan bahwa dia tidak dapat melanjutkan tur sesuai rencana.
Dikutip dari Fox News, Dion, yang akan berperan sebagai dirinya sendiri dalam film tersebut, mengatakan dirinya “sangat senang mengerjakan film ini.”
Melalui unggahan Instagram pribadinya, pelantun ‘My Heart Will Go On’ ini juga mengumumkan perilisan album yang nantinya akan memuat lima lagu baru lainnya pada 12 Mei mendatang.
Berjuang Jalani Pengobatan
Stiff person syndrome adalah penyakit langka yang membuatnya kejang otot dan tidak bisa bernyanyi. Ia mengungkap sedang berusaha keras menjalankan berbagai pengobatan dan terapi setiap hari untuk bisa kembali tampil di panggung.
Dalam sebuah video yang dibagikan ke akun Instagram pribadinya pada Desember 2022, Dion membagikan kondisi kesehatannya.
“Sementara kami masih belajar tentang kondisi langka ini, kami sekarang tahu inilah yang menyebabkan semua kejang yang saya alami. Sayangnya, kejang ini memengaruhi setiap aspek dari kehidupan sehari-hari saya, kadang-kadang menyebabkan kesulitan ketika saya berjalan dan tidak mengizinkan saya menggunakan pita suara untuk bernyanyi seperti biasa,” katanya.
“Saya bekerja keras dengan terapis kedokteran olahraga saya setiap hari untuk membangun kembali kekuatan dan kemampuan saya untuk tampil lagi. Tetapi saya harus mengakui bahwa itu adalah perjuangan. Yang saya tahu hanyalah bernyanyi. Itu yang telah saya lakukan sepanjang hidup saya,” lanjutnya.
Apa Itu Stiff Person Syndrome?
Dikutip dari Claveland Clinic, stiff person syndrome (SPS) atau sindrom orang kaku adalah kelainan neurologis autoimun yang langka. Hanya satu dari satu orang yang mengalami kondisi ini.
Mereka yang mengidap sindrom ini biasanya mengalami kekakuan otot di badan dan perut. Seiring waktu, mereka juga akan mengalami kekakuan dan kejang pada kaki dan otot lainnya. Berjalan mungkin menjadi sulit dan mereka menjadi lebih rentan jatuh dan cedera.
Gejala Stiff Person Syndrome
Gejala juga dapat perlahan memburuk, termasuk kekakuan yang lebih parah yang dapat membatasi kemampuan mereka untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Beberapa hal juga bisa memicu munculnya gejala ini, seperti:
1. Kekakuan otot
Dalam kebanyakan kasus, otot tubuh, seperti perut, dada, dan punggung adalah yang pertama menjadi kaku. Gejala ini dapat berfluktuasi dalam tingkat keparahan tanpa alasan atau pemicu yang jelas. Saat ini terjadi, beberapa juga dapat mengalami kesulitan untuk berjalan atau bergerak.
2. Kejang otot
Kejang otot dapat melibatkan seluruh tubuh atau area-area tertentu pada tubuh. Kejang bisa berlangsung beberapa detik, menit, atau jam. Gejala ini bisa dipicu oleh:
Suara yang tidak terduga atau keras
Sentuhan fisik atau rangsangan
Perubahan suhu
Peristiwa menegangkan
Oleh sebab pemicunya yang tidak bisa diprediksi, beberapa orang dengan SPS mengidap kecemasan dan agorafobia atau ketakutan yang ekstrem untuk memasuki tempat terbuka atau ramai atau meninggalkan rumah.
Wanita dua kali lebih mungkin memiliki SPS dibandingkan laki-laki. Sindrom ini dapat berkembang pada usia berapa pun, tetapi gejala paling sering dimulai pada usia 30 hingga 40-an.
Peneliti masih belum mengetahui penyebab pasti dari sindrom ini. Akan tetapi, sindrom ini mungkin adalah kondisi autoimun, yakni kondisi ketika sistem kekebalan menyerang sel-sel sehat tanpa alasan yang jelas.
Banyak orang dengan SPS membuat antibodi terhadap asam asam glutamat dekarboksilase (GAD). GAD berperan dalam membuat neurotransmitter yang disebut gamma-aminobutyric acid (GABA), yang membantu mengontrol pergerakan otot.
Namun, para peneliti belum memahami peran pasti yang dimainkan GAD dalam perkembangan dan memburuknya sindrom ini. Akan tetapi, keberadaan antibodi GAD tidak berarti seseorang mengidap SPS. Bahkan, sebagian kecil dari populasi umum memiliki antibodi GAD tanpa efek samping.