MONETER

Dua Bank Besar Dunia Kolaps, RI Bisa Kena Getahnya?

Danang Sugianto – detikFinance
Kamis, 23 Mar 2023 22:32 WIB

Jakarta – Dua bank besar dunia yakni Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat (AS) dan Credit Suisse di Eropa di ambang kebangkrutan. Masalah ini menimbulkan gelombang kejut di seluruh dunia.
Indonesia pun ikut terkena guncangannya. Hal itu tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang bergejolak beberapa waktu lalu. Chief Investment Officer (CIO) Danareksa Investment Management (DIM) Herman Tjahjadi mengatakan pada Maret 2023 ini, pasar saham global sedang dilanda ketidakpastian yang tinggi setelah krisis yang menimpa SVB dan Credit Suisse.

Namun menurutnya perekonomian di Indonesia tetap baik dan terjaga. Hal itu terlihat dari APBN Indonesia yang menorehkan surplus +0.6% dari PDB sebesar Rp 131,8 triliun di Februari 2023.

Kemudian neraca perdagangan tercatat surplus US$ 5,5 miliar di Februari 2023, Cadangan devisa naik sebesar US$ 0,9 miliar menjadi US$ 140,3 miliar pada Februari 2023, dan data inflasi inti yang melambat ke 0,13% MoM atau 3,09% YoY di Februari 2023.

“Semua hal diatas tersebut akan menjadi daya tarik bagi investor global yang sedang mencari safe heaven investment opportunity di tengah ancaman resesi di negara-negara belahan utara,” tulisnya dalam keterangan DIM, Kamis (23/3/2023).

Menurut Herman, dengan terkoreksinya IHSG ke sekitar level 6,500-6,600, ini menjadi kesempatan berharga untuk mengakumulasi saham-saham domestik berkualitas tinggi berdasarkan kriteria ESG, yang sangat menekankan investasi yang sustainable, resilient, dan berkelanjutan untuk jangka panjang.

Sementara itu Chief Economist BRI Anton Hendranata, mengatakam bahwa tahun 2022 telah menjadi tahun yang penuh tantangan bagi pasar keuangan dan investasi global maupun domestik. Meskipun pandemi Covid-19 telah mereda, hal tersebut telah menyebabkan gangguan terhadap perekonomian dan bisnis, serta menimbulkan ketidakpastian yang signifikan di pasar keuangan dan investasi.

Selain itu kenaikan suku bunga acuan bank sentral di berbagai negara, termasuk Indonesia, dan tingginya inflasi menyebabkan ketidakpastian di pasar saham, meningkatkan imbal hasil obligasi, dan melemahkan berbagai nilai tukar terhadap dolar AS.

Selain itu, kondisi geopolitik antara Rusia dan Ukraina telah mendisrupsi pasokan energi dan pangan ke berbagai negara. Akan tetapi, situasi di atas tidak secara signifikan melemahkan Indonesia.

“Ketidakpastian ekonomi dunia masih tinggi, hal ini sejalan dengan proyeksi pertumbuhan Ekonomi IMF dan World Bank yang berlawanan arah. Namun dari dalam negeri, Rupiah masih resilient di tengah berbagai tantangan global yang didukung oleh pasar valas domestic yang masih cukup baik serta di dorong oleh transaksi spot dan swap yang tinggi,” ujar Anton.

Selain itu, dari sisi perubahan iklim dan lingkungan ia menyampaikan bahwa perubahan iklim yang semakin memburuk dalam beberapa dekade terakhir dan peningkatan emisi CO2 yang naik secara signifikan menjadi tantangan bagi perekonomian, termasuk di Indonesia.

“Aspek lingkungan menjadi concern utama investor dalam melakukan investasi ESG hingga tahun 2025, salah satunya yaitu akibat perubahan iklim semakin memburuk dalam beberapa dekade terakhir dan emisi CO2 yang semakin meningkat, menjadi tantangan bagi perekonomian, sehingga diperlukan transformasi hijau dalam proses produksi pada sektor manufaktur Indonesia,” lanjutnya.

(das/hns)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *