Rita Uli Hutapea – detikNews
Kamis, 21 Nov 2024 11:01 WIB
Jakarta – Amerika Serikat memveto resolusi Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk gencatan senjata dalam perang Israel di Gaza. AS menuduh negara-negara anggota dewan secara sinis menolak upaya untuk mencapai kompromi.
Dewan yang beranggotakan 15 negara itu melakukan pemungutan suara pada Rabu (20/11) waktu setempat atas resolusi yang diajukan oleh 10 anggota tidak tetapnya, yang menyerukan “gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen” dan secara terpisah menuntut pembebasan sandera.
Hanya AS yang memberikan suara menentang, menggunakan hak vetonya sebagai anggota tetap DK PBB untuk memblokir resolusi tersebut.
Seorang pejabat senior AS, yang memberi keterangan kepada wartawan dengan syarat anonimitas sebelum pemungutan suara, mengatakan AS hanya akan mendukung resolusi yang secara eksplisit menyerukan pembebasan sandera segera sebagai bagian dari gencatan senjata.
“Seperti yang telah kami nyatakan berkali-kali sebelumnya, kami tidak dapat mendukung gencatan senjata tanpa syarat yang tidak menyerukan pembebasan sandera segera,” kata pejabat AS itu dilansir Reuters dan Al Arabiya, Kamis (21/11/2024).
Seorang pejabat senior AS, yang memberi keterangan kepada wartawan dengan syarat anonimitas sebelum pemungutan suara, mengatakan AS hanya akan mendukung resolusi yang secara eksplisit menyerukan pembebasan sandera segera sebagai bagian dari gencatan senjata.
“Seperti yang telah kami nyatakan berkali-kali sebelumnya, kami tidak dapat mendukung gencatan senjata tanpa syarat yang tidak menyerukan pembebasan sandera segera,” kata pejabat AS itu dilansir Reuters dan Al Arabiya, Kamis (21/11/2024).
Serangan militer Israel selama 13 bulan di Gaza telah menewaskan hampir 44.000 orang dan mengungsikan hampir seluruh penduduk daerah kantong itu setidaknya sekali. Operasi militer itu diluncurkan sebagai respons terhadap serangan besar-besaran Hamas, yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera lebih dari 250 orang di Israel pada 7 Oktober 2023.
Menjelang voting DK PBB tersebut, Inggris mengajukan teks baru yang akan didukung AS sebagai kompromi, tetapi ditolak, kata pejabat AS itu.
Menurut pejabat AS itu, beberapa dari 10 anggota dewan terpilih (E10) lebih tertarik untuk veto AS daripada berkompromi soal resolusi itu. Dia pun menuduh Rusia dan China mendorong para anggota tersebut.
“China terus menuntut ‘bahasa yang lebih kuat’ dan Rusia tampaknya berusaha keras dengan berbagai 10 anggota (terpilih),” kata pejabat AS itu. “Hal ini sungguh melemahkan narasi bahwa ini merupakan refleksi organik dari E10, dan ada beberapa pendapat bahwa beberapa anggota E10 menyesalkan mereka yang bertanggung jawab atas penyusunan tersebut membiarkan prosesnya dimanipulasi untuk apa yang kami anggap sebagai tujuan sinis,” imbuhnya.