KESEHATAN

Wanti-wanti WHO soal Angka Kematian Virus Marburg 90 Persen-Risiko Menyebar ke RI

Dinda Zahra Ghaisani Usdi – detikHealth
Rabu, 29 Mar 2023 07:00 WIB

Jakarta – Virus Marburg sudah mulai meluas ke Tanzania, Afrika Timur. Otoritas setempat mengkonfirmasi lima pasien virus Marburg meninggal dunia dari delapan orang yang terpapar. Tersisa tiga pasien masih dalam perawatan intensif, mengalami gejala seperti demam, muntah, perdarahan, hingga gagal ginjal. Pemerintah setempat terus memantau 161 kontak erat dari delapan pasien yang terpapar.
Sebelumnya, Guinea Khatulistiwa menjadi negara bagian Afrika pertama yang mengumumkan kemunculan virus ini. Pada 22 Maret 2023, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan jumlah total kasus konfirmasi dan probable saat ini ada 29 kasus, termasuk 27 kematian.

WHO memperingatkan risiko virus marburg (MVD) yang sangat tinggi penyebarannya di Afrika. Virus ini memiliki tingkat kematian bekisar antara 25 sampai 90 persen dan telah menyebar dari distrik pedesaan di Guinea Khatulistiwa ke daerah yang lebih padat penduduk.

Ini adalah kasus pertama yang terjadi di kedua negara. Wabah saat ini di Guinea Khatulistiwa juga dianggap sebagai yang terbesar keempat yang pernah tercatat. WHO mengatakan dalam peringatan akhir pekan bahwa risiko nasional di Tanzania terkena virus ini sangat tinggi. Namun, jika dilihat dari tingkat global, kasus ini masih tergolong kecil.

Melihat adanya peningkatan kasus virus Marburg, WHO meminta agar negara-negara yang berdekatan dengan wilayah merebaknya virus untuk meningkatkan pengawasan dalam rangka mengurangi penularan.

Benarkah Berasal dari Kebocoran Lab?
Beredar kabar asal mula virus ini berasal dari kebocoran di laboratorium Marburg. Namun, informasi ini disanggah oleh WHO. Virus Marburg pertama kali terdeteksi pada tahun 1967 setelah wabah simultan di Marburg dan Frankfurt, Jerman dan di Beograd, Serbia.

Saat itu, terjadi wabah di Marburg yang dengan jelas dibawa oleh kelelawar Rousettus aegyptiacus dan mungkin berpindah ke hewan lain yaitu monyet. Inilah yang membuat ilmuwan menamainya sebagai virus Marburg.

Desas-desus kebocoran laboratorium juga dibantah profesor Isabella Eckerle dari Center for Emerging Viral Diseases di Universitas Jenewa.

“Berita palsu. Virus itu bukan kebocoran laboratorium di Marburg tetapi menginfeksi pekerja laboratorium melalui monyet sakit dari Uganda. Mereka penting sebagai model hewan percobaan,” ungkapnya.

Seberapa Bahaya Virus Marburg?
Virus Marburg memiliki kesamaan dengan Ebola. Keduanya adalah anggota keluarga dari Filoviridae (filovirus). Meskipun disebabkan oleh virus yang berbeda, kedua penyakit ini secara klinis serupa. Bahkan, kedua penyakit langka ini berpotensi menimbulkan wabah dengan tingkat kematian tinggi. Rasio fatalitas kasus penyakit virus Marburg (MVD) mencapai hingga 88 persen.

Adapun penularan virus Marburg melalui kontak langsung melalui kulit yang rusak atau selaput lendir, darah, sekresi, organ atau cairan tubuh dari orang yang terinfeksi, dan makanan atau benda yang terkontaminasi dengan cairan tersebut. Penularan melalui peralatan injeksi yang terkontaminasi atau melalui luka jarum suntik dikaitkan dengan penyakit yang lebih parah, kerusakan yang cepat, dan kemungkinan tingkat kematian yang lebih tinggi.

Mereka yang terpapar virus Marburg umumnya mengalami gejala:

  • Demam tinggi
  • Sakit kepala parah
  • Rasa tidak enak badan yang parah
  • Nyeri otot
  • Diare berair yang parah
  • Sakit perut dan kram
  • Gejala mual dan muntah dapat dimulai pada hari ketiga, serta diare bisa bertahan selama seminggu
    • Pada wabah Eropa tahun 1967, ruam yang tidak gatal adalah salah satu tanda yang terlihat pada sebagian besar pasien

Selain gejala di atas, banyak pasien yang mengalami hemoragik parah pada hari kelima dan ketujuh selama timbulnya gejala. Selama fase penyakit yang parah, pasien mengalami demam tinggi. Keterlibatan sistem saraf pusat dapat mengakibatkan kebingungan, lekas marah, dan agresi. Orkitis (radang pada salah satu atau kedua testis) telah dilaporkan kadang-kadang pada fase akhir penyakit (15 hari).

Dalam kasus yang fatal, kematian paling sering terjadi antara 8 dan 9 hari setelah timbulnya gejala, biasanya didahului oleh kehilangan darah yang parah dan syok.

Adakah Kemungkinan Masuk Indonesia?

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI, dr Siti Nadia Tarmizi menyebut saat ini kasus virus Marburg di Indonesia masih nihil.

“Belum masuk ya sampai saat ini,” ungkap dr Nadia ketika dihubungi detikcom, Selasa (28/3/2023).

Meski belum ditemukan, Kemenkes RI tetap meningkatkan kewaspadaan dengan memperkuat surveilans. Penguatan surveilans tidak hanya pada kasus manusia.

Menurut ahli epidemiologi Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia, kelelawar buah yang termasuk kelompok virus Marburg juga berada di Indonesia. Itulah mengapa, potensi kemunculan virus Marburg di Indonesia tidak bisa dikesampingkan. Terlebih, angka kematian dari virus ini mencapai 90 persen.

Mengutip data WHO, Dicky menjelaskan sedikitnya empat negara yang melaporkan kasus virus Marburg yakni Amerika Serikat, dan tiga negara di Eropa. Sementara penularan di manusia saat ini baru tercatat di Afrika.

“Kalau bicara potensi untuk sebaran Marburg virus ke Indonesia, dalam hal ini ASEAN bahkan ke sebagian Australia, itu ada. Termasuk India, termasuk Indonesia, China, karena data yang dimiliki WHO bahwa batas wilayah di mana kelelawar buah yang masuk dalam kelompok pembawa bisa membawa virus Marburg ini itu menjangkau sampai ke bawah wilayah indonesia dan juga Australia, jadi secara potensi ada,” sebut Dicky.

“Nah yang tentunya itu sudah satu aspek yang memperbesar kemungkinan (munculnya virus Marburg) itu,” lanjutnya.

Meski risikonya masih rendah, apabila tidak ada upaya mitigasi yang memadai di wilayah negara atau nasional, risiko ini nantinya bisa meningkat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *