Politisi senior PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) setuju pelarangan film kiblat.
Rabu 27 Mar 2024 04:18 WIB
Rep: Eva Rianti/ Red: Bilal Ramadhan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Politisi Partai Keadilan Sejahtera yang juga merupakan anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) memberi masukan kepada para sineas untuk mengevaluasi karya perfilman agar tidak kebablasan. Hal itu disampaikan saat menanggapi kontroversi film Kiblat yang dinilai bertentangan dengan ajaran Islam.
“Islam membuka ruang untuk berkreasi termasuk juga membuat film, lagu, karya-karya budaya lainnya, tetapi hendaknya tetap dalam koridor yang ditolerir Islam,” kata Hidayat saat dihubungi Republika, Selasa (26/3/2024).
Koridor yang ditolerir Islam tersebut maksud Hidayat adalah tidak membenarkan kemungkaran dan menyudutkan umat Islam. Juga semestinya tidak justru menimbulkan kesan awal yang mengerikan dan tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Menurut pandangan Hidayat, film Kiblat –setidaknya lewat poster- jelas menyinggung tentang Islam. Pasalnya di dalam poster tersebut ada penampakan orang yang tengah dalam posisi rukuk sambil kayang, ditambah sesosok tanpa kepala di sisi lain. Itu dinilai gambaran yang mengerikan.
Sementara kiblat yang ditafsirkan dalam Islam justru beresensi damai, teduh, dan tenang. Sehingga hal itu pun dinilai kontraproduktif. Film itu bahkan dinilai bisa mengganggu kidmatnya umat Islam dalam beribadah di bulan Ramadhan yang notabene melakukan ibadah shalat malam di masjid. Selain itu, di tengah masih banyaknya strerotip terhadap Islam, semisal Islam teroris, film itu seolah mengamini kengerian tersebut.
“Harusnya ruang ijtihad ruang untuk menghadirkan produk budaya unggulan. Kalau itu dilakukan pasti tidak menghadirkan yang horor tapi justru bertentangan dengan Islam, horor tapi justru membenarkan stereotip Islam,” ujar dia.
Lebih lanjut, Hidayat sepakat dengan sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang melarang penayangan film tersebut. Menurutnya, itu hal yang tepat dan sekaligus menjadi pembelajaran bagi para sineas untuk lebih berhati-hati dalam menghasilkan karya yang bersinggungan dengan nilai-nilai yang diyakini dalam agama.
“Karenanya saya sangat setuju dengan apa yang disampaikan pimpinan MUI agar film ini dikoreksi bahkan ditarik agar menjadi perhatian dan pelajaran serius bagi siapapun yang ingin membuat film di komunitas yang mayoritas mutlaknya beragam Islam, apalagi dalam posisi Islam sering dituduh sebagai teroris, agama penyebar kekerasan, penyebar ketakutan, film ini semakin menggambarkan tentang kebenaran stereotip Islam yang menyeramkan itu,” jelasnya.
Diketahui, film Kiblat menjadi perbincangan hangat di media sosial setelah perilisan posternya pada 21 Maret 2024. Poster ini menjadi kontroversi lantaran dianggap mengandung konten yang tidak sesuai dengan syariat Islam.
Film Kiblat dibuat oleh rumah produksi Leo Pictures yang bekerja sama dengan Legacy Pictures dan 786 Production. Film itu disutradarai Bobby Prasetyo dan dibintangi oleh Yasmin Napper, Arbani Yasiz, Ria Ricis, Hana Saraswati, Denis Adhiswara, Keanu Azka, dan Whani Darmawan. Adapun jadwal tayangnya belum diketahui.
Poin kontroversi dari film tersebut adalah karena posternya yang dianggap merusak nilai ibadah. Poster yang dipromosikan menunjukkan seseorang menggunakan mukena sedang melakukan rukuk. Alih-alih rukuk dalam posisi normal, perempuan berwajah seram itu rukuk dalam posisi kayang.
Sejumlah ulama meminta film Kiblat tidak ditayangkan. Ustaz Hilmi Firdausi mengatakan film ini akan membuat orang semakin takut beribadah. Sementara Ketua MUI Bidang Dakwah KH Cholil Nafis menilai ini bisa menjadi kampanye hitam terhadap ajaran agama Islam.
Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan surat imbuayan Nomor 01/MUI/II/2024 tertanggal 23 Maret 2024 yang melarang penayangan film Kiblat. MUI menilai film tersebut tidak sesuai dengan syariat Islam dan berpotensi menyesatkan umat.