Shafira Cendra Arini – detikFinance
Kamis, 22 Des 2022 16:10 WIB
Jakarta – Pemerintah berencana merealisasikan pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. Hal ini selaras dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sampai 2030.
Diketahui, masa kontrak PLTU dibatasi maksimal 30 tahun. Selaras dengan target Net Zero Emission (NZE) 2060, pemerintah berencana mempercepat masa pensiun PLTU hanya dalam 25 tahun.
Plt Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menjamin, rencana ini tidak akan membuat para investor PLTU tersebut merugi.
“Supaya lebih cepat, kita tawarkan apakah PLTU basisnya fosil ini bisa kita percepat dari 30 tahun jadi 25 tahun, tapi itu bukan memotong bisnis ya. Ini adalah nanti basisnya nilai manfaat dari sisi investor itu tidak berubah,” katanya, dalam Forum Transisi Energi yang disiarkan melalui saluran YouTube Humas SKK Migas, Kamis (22/12/2022).
Baca juga:
Jelang Akhir Tahun Harga Batu Bara RI Anjlok 8,67%
Dadan pun menegaskan, nilai keuntungan yang sudah diproyeksikan investor tidak akan berubah. Ia pun mencontohkan bila investor menghitung untung yang akan diperoleh hingga masa kontraknya habis mencapai Rp 100 ribu, maka dengan perubahan waktu ini, untung yang diperoleh tetap bernilai Rp 100 ribu.
“Konsepnya seperti itu. Jadi tidak ada itu nanti yang PLTU akan rugi itu dari sisi hulu,” katanya.
Lebih lanjut, Dadan mengatakan, langkah pensiun dini PLTU ini harus dilakukan secara bertahap, sehingga hingga saat ini bauran energi nasional masih didominasi energi fosil. Alasannya terletak pada persoalan kontrak PLTU.
“Jadi secara kontrak ini sulit untuk dibatalkan. Kita punya cerita ya zaman dulu, Karaha Bodas misalkan, dibatalkan itu ada cost-nya, tapi kita pun sekarang sedang mempelajari apakah ini juga bisa kita lakukan penyesuaian-penyesuaian,” ucapnya.
Penyesuaian yang dimaksud salah satunya dengan penawaran pensiun dini bagi PLTU berbasis batu bara. Kebijakan ini merupakan langkah pemerintah dari sisi hulu.
Sementara dari sisi hilir, Dadan menyebut, beberapa upayanya seperti transisi di sektor transportasi, dari penggunaan bahan bakar minyak (BBM) fosil ke kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Begitu pula di lini rumah tangga, dari penggunaan kompor gas ke kompor listrik.
(ara/ara)