Rabu, 15 Apr 2020 22:00 WIB
Soraya Novika – detikFinance
Jakarta – Pandemi virus Corona COVID-19 yang saat ini terus mengalami eskalasi di Indonesia tidak hanya berpotensi mengakibatkan kontraksi pertumbuhan ekonomi, tetapi juga peningkatan jumlah pengangguran dalam skala besar.
Dalam beberapa pekan terakhir saja, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sudah merebak di sejumlah sektor, mulai dari sektor manufaktur hingga sektor jasa seperti pariwisata, transportasi, perdagangan, konstruksi, dan lain-lain. Meski, ada pula sebagian perusahaan yang saat ini memilih opsi membayar separuh dari gaji karyawannya tanpa PHK.
Akan tetapi, jika pandemi ini berlangsung lebih lama, maka bakal ada lonjakan pengangguran yang sangat tinggi terjadi dalam tahun ini. Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia memperkirakan peningkatan jumlah pengangguran terbuka akan terjadi pada triwulan II-2020 mendatang. Untuk skenario terburuk, jumlahnya bisa mencapai 9,35 juta pengangguran.
“Ada tiga skenario. Potensi tambahan jumlah pengangguran terbuka secara nasional mencapai 4,25 juta orang dengan skenario ringan, 6,68 juta orang dengan skenario sedang, dan bahkan hingga 9,35 juta orang dengan skenario berat,” ujar Ekonom CORE Indonesia Akhmad Akbar Susamto dalam rilis resminya yang diterima detikcom, Rabu (15/4/2020).
Penambahan jumlah pengangguran terbuka terjadi terutama di pulau Jawa, yaitu mencapai 3,4 juta orang dengan skenario ringan, 5,06 juta orang dengan skenario sedang dan 6,94 juta orang dengan skenario berat. Tingkat pengangguran terbuka secara nasional pada triwulan II-2020 diperkirakan mencapai 8,2% dengan skenario ringan, 9,79% dengan skenario sedang dan 11,47% dengan skenario berat.
Penambahan jumlah pengangguran terbuka yang signifikan ini bukan hanya disebabkan oleh perlambatan laju pertumbuhan ekonomi (yang menurut proyeksi CORE Indonesia akan berkisar -2,00 hingga 2,00% pada tahun 2020), melainkan juga disebabkan oleh perubahan perilaku masyarakat terkait pandemi COVID-19 dan kebijakan pembatasan sosial, baik dalam skala kecil maupun skala besar.
Selanjutnya, Akhmad menyampaikan bahwa lapangan usaha yang diasumsikan mengalami dampak paling parah atau penyumbang gelombang PHK paling banyak adalah usaha-usaha penyediaan akomodasi dan makan minum, transportasi, pergudangan dan perdagangan, baik perdagangan besar maupun eceran.
“Sebaliknya, lapangan usaha yang diasumsikan mengalami dampak paling ringan adalah jasa kesehatan dan kegiatan sosial dan jasa administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib,” tambahnya.
Sedangkan, status pekerjaan yang diasumsikan akan mengalami dampak paling parah adalah pekerja bebas atau pekerja lepas, berusaha sendiri (yang pada umumnya berskala mikro), berusaha sendiri dengan dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, dan pekerja keluarga/tak dibayar.
Dilihat dari sisi wilayah, diasumsikan bahwa DKI Jakarta akan mengalami dampak paling parah, diikuti Jawa Barat dan provinsi-provinsi lain di pulau Jawa.
“Dampak pandemi COVID-19 diasumsikan akan lebih besar di perkotaan daripada di pedesaan,” pungkasnya.