Polisi akhirnya menetapkan Panji Gumilang sebagai tersangka kasus penodaan agama.
Rabu 02 Aug 2023 09:56 WIB
Red: Muhammad Subarkah
Setelah sekitar enam menjadi kontroversi, akhirnya nasib Penji Gumilang menjadi tersangka dan ditahan di aparat kepolisian. Semalam, Direktorat Tindak Pidana Umum (Ditipidum) Bareskrim Polri telah resmi menetapkan pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang sebagai tersangka kasus penistaan agama, ujaran kebencian, dan penyebaran berita bohong. Akibat perbuatannya, Panji Gumilang terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Uniknya ketika berita ini diberitahukan kepada pengamat terosisme Al Chaidar yang pekan lalu baru saja mendapat gelar doktor antropologi dari Univerisitas Indonesia hanya mengucap kalimat pendek: Alhamdulillah. Mantan koman NII KW IX yang kini tinggal di sebuah kawasan di Jakarta Timur, mengucapakan kata yang sama dan pendek saja yakni, Alhamduillah.
Apa pun itu apa yang terjadi pada sosok Pemimpin Pondok Pesantren Al Zaytun tersebut keduanya lega bahwa akhirnya piak kepolisian melalui Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menjelaskan tersangka dikenakan Pasal 156a KUHP san atau Pasal 45a Ayat (2) Juncto Pasal 28 Ayat (2) Undangan-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 14 Undangan-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
“Dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara,” tegas Djuhandhani di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (1/8) malam.
Menurut Djuhandhani, penetapan status ini dilakukan usai Bareskrim Polri melakukan gelar perkara dan memiliki cukup alat bukti untuk menjadikan Panji Gumilang sebagai tersangka dan langsung dilakukan penangkapan. Penyidik juga telah memeriksa 40 saksi dan 17 ahli. Saat ini yang bersangkutan masih dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka 1X24 jam.
“Saat ini penydik masih mempunyai 1×24 jam, jadi proses penyidikan kami saat ini hanya melaksanakan proses penangkapan. Untuk lebih lanjut kita lihat perkembangan penyidikan yang dilaksanakan malam ini,” jelas Djuhandhani
Sebelumnya, penyidik Dittipidum Bareskrim Polri telah menaikkan status kasus penistaan agama yang melibatkan Pimpinan Pondok Pesantren Al-Zaytun Panji Gumilang dari penyelidikan menjadi penyidikan. Dalam pemeriksaan perdana, penyidik turut mendalami riwayat Pondok Pesantren Al-Zaytun itu sendiri
Dinaikkannya status perkara ke tahap penyidikan usai penyidik Dittipidum Bareskrim Polri menemukan unsur pidana dalam kasus penistaan agama tersebut. Hal itu dilakukan setelah penyidik Dittipidum Bareskrim Polri melaksanakan gelar perkara sesaat setelah memeriksa para saksi, ahli dan juga pelapor serta terlapor.
Selanjutnya mantan Komandan NII KW IX Amirul Mukminin selain merasa lega Panji Gumilang sudah jadi tersangka di depan hukum, dia berhadap agar ke depan keadilan harus ditegakan. Sebab, selama ini memang sudah banyak masalah terkait sosok tersebut.
”Keputusan Polri ini akan mendinginkan suasana. Apalagi sekarang sudah dekat pelaksanaan Penilu. Jadi kalau tidak segera diatasi maka mengurangi kesolidan negara ini dalam menyambut pesta demokrasi,” kata Amirul Mukmin, Rabu pagi ini (02/08/2023).
Menurut dia, apa pun itu sosok Panji Gumilang adalah orang penting di kalangan pengikut NII. Dia adalah khalifah gerakan itu saat ini. Tujuan NII pun sudah jelas yakni ingin mendirikan negara Islam di Indonesia. Lucunya, meski begitu dia selama ini dibiarkan bahkan terlihat dapat perhatian khusus dari pihak tertentu,” ujarnya.
Sedangkan Al Chaidar yang mengikuti dan meneiliti sepak terjang Panji Gumilang sejak puluhan tahu lalu, yakni semenjak dia melakukan penelitian untuk skripsi di UI soal Darul, dia mengatakan sudah tak heran. Bahkan, dirinya sempat di marahi oleh seorang mendiang guru besar UI yang membimbingnya agar tidak ke luar dari lingkaran Ponpes Al Zaytun.”Beliau kala itu sekitar tahun 2000-an memarahi saya kepada ke luar. Saya hanya jawab: saya sudah tak tahan pak?”
”Kalau soal Panji Gumilang dijadikan polisi sebagai tersangka kasus penodaan agama saya pun sepakat. Itulah pasal yang sangat tepat dituduhkan kepadanya. Jadi siapa pun ke depan yang memain-mainkan dan menghina agama akan ditinkdan oleh hukum secara tegas,” kata Al Chaidar.
Soal Darul Islam
Sedangkan melalui penelitiannya soal Darul Islam hingga NII KW IX, Alchair menemukan faktabahwa bagi kalangan Darul Islam di Indonesia, perjuangan mereka tidak sia-sia meskipun mengalami kekalahan definitif pada tahun 1962 karena diserang oleh Republik Indonesia. Mereka merasa bahwa mereka telah berjuang untuk menegakkan syariah Allah di bumi Indonesia dan membela hak-hak umat Islam.
Mereka juga merasa bahwa mereka telah menepati perjanjian mereka kepada Allah sebagai bagian dari darul ahdi dan mereka berusaha mencari refuge (tempat hijrah) di luar Indonesia yang berkenan memberikan suaka politik.
“Bagi mereka, Republik Indonesia adalah musuh yang harus dilawan karena tidak menerapkan hukum syariah dan mengancam eksistensi umat Islam. Mereka melihat Republik Indonesia sebagai Leviathan yang menakutkan dan zalim,” ujarnya.
Hal ini terlihat dari wawancara dengan Faisal Utomo, salah satu anggota Darul Islam di Depok, pada 17 Juni 2019. Beliau mengatakan: “Kami tidak takut mati karena kami yakin bahwa kami akan masuk surga sebagai syuhada. Kami tidak mau tunduk kepada pemerintah kafir yang tidak menghormati agama kami. Kami ingin hidup dalam negara Islam yang damai dan adil.”
Baiat (sumpah setia) orang-orang Darul Islam, pertama dan utama adalah menegakkan kalimah Allah, dan orang-orang Darul Islam menyatakan kesiapan untuk bersatu dengan mempertahankan berdirinya Negara Islam Indonesia.
Orang-orang Darul Islam selama ini telah membangun keyakinan agama, politik, dan kesejarahan di tengah-tengah radikalisasi gerakan-gerakan Islam politik transnasional yang begitu kuat mempengaruhi banyak kalangan muslim fundamentalis, intoleran, juga kalangan radikal untuk mengadopsi pola-pola perjuangan yang bersifat teroristik yang kemudian ditolak oleh kalangan NII yang asli.
Sementara itu, faksi-faksi NII yang palsu sudah diidentifikasi sebagai ‘musuh eksternal’ yang tidak mewakili mereka sama sekali. Tindakan terorisme yang dilakukan oleh beberapa kalangan NII selama ini dianggap sama seperti tindakan yang dilakukan oleh PKI (Partai Komunis Indonesia), yang membakar rumah-rumah rakyat di Jawa Barat dan Jawa Tengah dan menuduh gerombolan NII yang melakukannya.