KESEHATAN

Pengobatan Tradisional ala Ida Dayak Selalu Banjir Peminat, Medis Kalah Pamor?

Nafilah Sri Sagita K – detikHealth
Selasa, 04 Apr 2023 09:30 WIB

Jakarta – Pengobatan tradisional Ida Dayak mendadak banjir peminat lantaran videonya tengah meluruskan tangan yang bengkok viral di media sosial. Ratusan warga rela mengantre berjam-jam bahkan hingga menginap agar diobati Ida Dayak.
Dari pasien stroke, saraf kejepit, hingga korban tabrak lari ramai-ramai mendatangi GOR Kostrad di Depok, Senin (3/4/2023), meski pada akhirnya praktik Ida Dayak dibatalkan lantaran massa membludak.

Pengamat masalah kesehatan Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia menilai tingginya minat pada pengobatan semacam ini bukan hal baru dan tidak hanya terjadi di Indonesia. Sering dilaporkan di sejumlah negara berkembang.

Ada beragam alasan di baliknya, termasuk buruknya fasilitas kesehatan.

“Jadi banyak orang di negara berkembang nggak punya akses kepada fasilitas kesehatan yang modern karena keterbatasan infrastruktur, jalan jauh, dan alatnya juga terbatas,” terang dia saat dihubungi detikcom Selasa (4/4/2023).

Bukan cuma itu, tenaga medis yang terbatas juga disebutnya menjadi ‘biang kerok’ banyak pasien terpaksa berobat ke terapi alternatif tradisional atau spiritual. Walhasil, masyarakat ramai-ramai mendatangi alternatif dengan harapan mendapat penanganan yang cepat dan bisa segera sembuh.

“Tenaga medis profesional yang terbatas, beda dengan di kota besar bahkan ada sub spesialis kan, banyak, sehingga akhirnya tradisional atau spiritual medicine ini menjadi hanya satu-satunya pilihan yang ada di daerah atau wilayah itu,” lanjutnya.

Persoalan kedua adalah kepercayaan masyarakat pada pengobatan tradisional bak sudah mengakar kuat sedari dulu. Beberapa orang mungkin lahir di keluarga yang mempercayai khasiat pengobatan tradisional jauh lebih baik ketimbang penanganan medis di faskes.

“Mereka tumbuh besar melihat keluarganya, ortunya, nenek, kakek-nya, menggunakan jenis pengobatan ini sehingga terbangun kepercayaan terhadap efektivitas pada pengobatan tradisional atau spiritual medicine ini,” jelas dia.

Bukan cuma itu, Dicky menyoroti masalah biaya pelayanan kesehatan mahal yang hanya bisa diakses beberapa kalangan. Di tengah rendahnya upah minimum pekerja dan tingginya tingkat pengangguran, Dicky menyebut banyak keluarga yang tentu memilih pengobatan dengan ‘ongkos’ lebih murah.

Karenanya, di tengah keterbatasan, alternatif tradisional menjadi pilihan. Hal ini lalu didukung dengan lemahnya kepercayaan masyarakat pada pengobatan medis di faskes. Bukan tanpa sebab, beberapa laporan malpraktik hingga kemungkinan salah terapi di wilayah tempat mereka tinggal, menjadi pemicu krisis kepercayaan pada tenaga medis.

Minimnya minat warga berobat ke tenaga medis juga disebut Dicky bisa dipicu literasi kesehatan yang belum ideal.

“Yang sangat mendasar keterbatasan literasi kesehatan ini yang membuat banyak orang di negara berkembang, akhirnya karena keterbatasan literasi kesehatan itu membuat mereka tidak memiliki penahanan atau informasi untuk bisa mengambil keputusan tentang kesehatan mereka, nah ini yg akhirnya membuat mereka menjadi sulit atau kesulitan mengakses negara informasi merujuk dirinya atau mendatangi faskes karena nggak paham di mana dan apa manfaatnya,” pungkas dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *