Tim Detikcom – detikNews
Jumat, 16 Feb 2024 12:40 WIB
Tel Aviv – Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menolak mentah-mentah rencana pengakuan internasional atas negara Palestina. Netanyahu menyebut inisiatif semacam itu hanya “akan memberikan imbalan yang sangat besar bagi terorisme”.
Penolakan Netanyahu itu disampaikan dalam postingan media sosial X pada Kamis (15/2) tengah malam waktu setempat. Sebelumnya, penolakan serupa juga disampaikan jajaran menteri kontroversial Israel seperti Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich.
Netanyahu dan para menteri Israel itu menanggapi laporan terbaru media terkemuka Amerika Serikat (AS), The Washington Post, yang mengulas soal rencana pengakuan internasional untuk negara Palestina. Demikian seperti dilansir AFP, Jumat (16/2/2024).
Dalam laporannya, The Washington Post, yang mengutip sumber sejumlah diplomat AS dan Arab mengungkapkan bahwa Amerika Serikat yang merupakan sekutu utama Israel, sedang bekerja sama dengan beberapa negara Arab dalam rencana komprehensif untuk perdamaian jangka panjang antara Israel dan Palestina.
Rencana itu, menurut The Washington Post, mencakup batasan waktu yang pasti untuk pembentukan negara Palestina.
“Israel akan terus menentang pengakuan sepihak atas negara Palestina,” tegas Netanyahu dalam pernyataan berbahasa Ibrani yang disampaikan via media sosal X.
“Pengakuan seperti itu, setelah pembantaian 7 Oktober, akan memberikan imbalan yang sangat besar bagi terorisme yang belum pernah terjadi sebelumnya dan akan menghalangi perjanjian perdamaian di masa depan,” sebutnya.
“Israel dengan tegas menolak diktat internasional mengenai penyelesaian permanen dengan Palestina,” ujar Netanyahu kembali menegaskan.
Dia menambahkan bahwa perjanjian perdamaian hanya bisa dihasilkan dari “perundingan langsung tanpa prasyarat”.
Laporan The Washington Post mengungkapkan bahwa rencana pengakuan internasional itu akan dimulai dengan gencatan senjata yang “diharapkan akan berlangsung setidaknya enam minggu”, dengan para pejabat berharap kesepakatan bisa dicapai sebelum dimulainya bulan suci Ramadan pada Maret mendatang.
Kesepakatan itu, menurut The Washington Post, akan mencakup jeda pertempuran, pembebasan para sandera yang ditahan Hamas di Jalur Gaza sejak serangan 7 Oktober, dan kerangka waktu untuk pembentukan negara Palestina.
“Kami tidak akan pernah menyetujui rencana seperti itu, yang pada kenyataannya mengatakan bahwa orang-orang Palestina pantas mendapatkan imbalan atas pembantaian mengerikan yang telah mereka lakukan,” tegas Smotrich, yang menjabat Menkeu dalam kabinet Netanyahu, dalam penolakannya.
Dia menggambarkan negara Palestina sebagai “ancaman nyata untuk negara Israel”.