Anisa Indraini – detikFinance
Rabu, 19 Okt 2022 06:00 WIB
Jakarta – PT Global Digital Niaga Tbk atau Blibli mantap melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 7 November 2022 dengan mekanisme penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO). Target dana yang dihimpun dari pasar modal senilai Rp 8,17 triliun.
Chief Financial Officer (CFO) Blibli Hendry mengatakan dana hasil IPO tersebut akan digunakan untuk membayar utang Rp 5,5 triliun. Pembayaran akan diberikan kepada PT Bank Central Asia (BCA) Tbk dan PT Bank BTPN Tbk masing-masing Rp 2,75 triliun.
“Dana IPO ini sebesar Rp 5,5 triliun akan kami gunakan untuk melakukan pembayaran seluruh saldo utang fasilitas perbankan kami,” kata Hendry dalam konferensi pers di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta Pusat, Selasa (18/10/2022)
Lalu sisa dana IPO Blibli akan digunakan untuk modal kerja demi mendukung kegiatan usaha utama dan pengembangan usaha perseroan yang tidak hanya terbatas pada kegiatan penjualan dan pemasaran, pengembangan produk, pembiayaan kegiatan operasional, dan penambahan fasilitas pendukung usaha.
Rincian penggunaan dana sebanyak 57% akan digunakan oleh perusahaan dan 43% akan digunakan oleh GTNe, entitas anak perseroan. Dana yang disalurkan ke GTNe akan dilakukan secara bertahap berupa peningkatan penyertaan modal yang akan dimulai pada kuartal IV-2022.
“Apabila dana hasil Penawaran Umum tidak mencukupi untuk membiayai kegiatan di atas, maka perseroan akan menggunakan sumber dana lain berupa pinjaman,” tulis prospektus perseroan.
Alasan Blibli Berani IPO Meski Masih Rugi
Blibli akan IPO dengan rentang harga penawaran Rp 410 – Rp 460 setiap sahamnya. Perusahaan yang akan menggunakan kode saham BELI itu menawarkan sebanyak-banyaknya 17.771.205.900 saham.
Padahal berdasarkan prospektus, neraca keuangan Blibli masih rugi Rp 2,5 triliun pada periode tahun berjalan di Juni 2022. Kerugian perusahaan e-commerce milik Grup Djarum tersebut juga membengkak jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni Rp 1,57 triliun.
Manajemen optimis kinerja keuangan perseroan akan membaik di masa depan sehingga berani memutuskan IPO. Apalagi saat ini Blibli, Tiket.com, dan Ranch Market menyatukan ekosistemnya dengan membentuk Blibli Tiket.
“Dari 3 ini digabung menjalankan omnichannel dengan sinergi yang tinggi, itu kita lihat akan jadi perusahaan teknologi besar di Indonesia yang akan berkelanjutan dan berlaba positif dalam waktu singkat,” kata CEO PT Global Tiket Network (Tiket.com) George Hendrata.
Potensi bisnis e-commerce, perjalanan dan gaya hidup (travel dan lifestyle), serta ritel kebutuhan sehari-hari (grocery retail) disebut sangat besar. Survey Euromonitor dan Frost & Sullivan mengungkapkan potensinya tembus US$ 436 miliar atau setara Rp 6.746 triliun (kurs Rp 15.474).
George menyebut bisnis serupa di luar negeri sudah membuktikan berhasil mencatat kinerja dan antusiasme investor yang positif.
“Perusahaan lain pun yang sejenis di luar sudah IPO karena besar dan berkelanjutan. Siklusnya itu siklus positif karena pelanggan dari mana pun juga mau dari platform Blibli, Tiket.com maupun Ranch,” tuturnya.
Ketika ditanya mengapa berani IPO saat ada ancaman resesi global, CEO dan Co-Founder Blibli Kusumo Martanto optimis perekonomian nasional tidak akan seperti negara lain yang terancam resesi akibat pelemahan ekonomi global. Indonesia disebut masih menjadi negara paling baik dari segi pertumbuhan ekonomi.
“Kita ini beruntung karena kita di Indonesia. Dari data yang ada di dunia, Indonesia masih menjadi negara paling baik dari segi pertumbuhan ekonomi,” ujar Kusumo.
Berbagai indikator ekonomi lain menunjukkan optimisme terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Hal itu terlihat dari indeks keyakinan konsumen yang masih tinggi, serta Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur yang masih terus ekspansif.
“PMI-nya bagus, secara trade surplus dengan komoditas bumi. Konsumsi dari energi bertambah. Yang paling gampang, kesannya bukan joke (lelucon) ternyata jalanan makin macet. Artinya aktivitas ekonomi terus berputar,” tuturnya.
Meski begitu, pihaknya mengaku akan tetap monitor perkembangan inflasi yang menghantui pertumbuhan ekonomi. Terkait industri pasar modal sendiri, pihaknya optimis bahwa Indonesia tidak akan seperti negara lain karena pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih mencatat kinerja positif.
“Apakah akan ada dampak inflasi di luar negeri atau segala macam? Kita akan terus memonitor. Kita tetap optimistis tapi nggak boleh terlena dan panik. Kita hidup di Indonesia dan ikut berkontribusi, jadi tetap berkonsumsi. Di Indonesia masih mendukung yang membuat kami terus melangkah dan masuk ke bursa,” tandasnya.