Rabu 18 Jan 2023 00:25 WIB
Rep: Febrianto A Saputro/ Red: Bilal Ramadhan
Para mahasiswa UNY yang menjadi korban biaya UKT ikut menyuarakan keluhannya.
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN — Sejumlah mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang mengaku korban ketidaksesuaian kesanggupan membayar Uang Kuliah Tunggal (UKY) memberi kesaksian dalam diskusi bertema ‘Ada Apa dengan UNY?’ yang digelar secara daring Senin (16/1) malam.
Dengan tidak ditampilkannya identitas asli mereka, para mahasiswa tersebut menceritakan secara gamblang terkait apa yang menjadi keresahan mereka selama ini.
Mahasiswa pertama yang yang menceritakan kisahnya menamai dirinya ‘Korban UKT’. Ia berasal dari keluarga yang kurang mampu, ayahnya seorang pedagang makanan di angkringan. Selama pandemi pendapatan orang tuanya merosot.
“Penghasilan dari angkringan nggak bisa memenuhi keluarga saya untuk makan sehari-hari,” katanya.
Sementara sang ibu yang bekerja di pabrik juga ikut terkena dampak dari pandemi. Kebijakan pabrik yang merumahkan sementara karyawannya membuat ibunya tak memperoleh gaji secara penuh.
Sementara dirinya mengatakan bahwa UKT yang harus ia bayarkan sebesar Rp 4,2 juta per semester. Menurutnya besaran UKT tersebut cukup besar.
“Melihat kondisi ekonomi orang tua saya yang segitu saya mulai berimajinasi pendidikan ini nggak ramah lagi, nggak semurah yang saya bayangkan,” ucapnya.
Atas kondisi tersebut dirinya terpaksa melakukan pekerjaan sampingan di bidang perkebunan. Tidak hanya sampai disitu, ayahnya terpaksa harus menjual sapi miliknya untuk membayar biaya kuliah. Awalnya sapi tersebut untuk investasi pendidikan sang adik.
“Singkat cerita bapak saya menjual sapi, disitu bapak saya cukup sedih karena dia menjual sapi itu yang mana sebagai salah satu barang berharga untuk tabungan untuk kehidupan nanti, tapi malah dijual sekarang,” ungkapnya.
Mahasiswa berikutnya yang menceritakan kisahnya menamai dirinya ‘Saya Tidak Sendiri 3’. Mahasiswa tersebut merupakan mantan mahasiswa UNY angkatan 2020 yang terpaksa menghentikan kuliahnya lantaran tak mampu membayar UKT.
“Sekarang saya sudah nggak di UNY karena balik lagi program beasiswa atau bantuan pendidikan yang saya ajukan nggak dapat, nggak di-acc, jadi saya memutuskan untuk ya sudah nggak usah kuliah,” katanya.
Ketika itu dia diharuskan membayar UKT sebesar Rp 3,6 juta per semester. Ia mengaku pernah mengajukan penurunan UKT, namun upayanya tersebut tak kunjung mendapat respons dari kampus.
“Sampai orang tua memutuskan untuk ya sudah nggak usah kuliah saja. Bisa dibilang saya mematahkan semangat orang tua saya sendiri,” tuturnya.
Kemudian mahasiswa yang menamai dirinya ‘Saya Tidak Sendiri 1’ juga menceritakan keluh kesahnya ihwal UKT yang harus ia bayar tiap semester. Mahasiswi angkatan 2021 ini mengatakan untuk bisa berkuliah di UNY saat ini perjuangannya cukup panjang.
Dia sudah mengisi persyaratan yang diminta UNY seperti gaji orang tua, kondisi rumah, dan lain-lain. Meski dinyatakan lolos namun dirinya merasa sedih, sebab dirinya mendapat UKT golongan IV yaitu sebesar Rp 3,6 juta.
“Padahal pada saat itu kondisi keluargaku lagi tidak baik-baik saja, sama kayak temen-temen lain, waktu itu lagi Covid-19, tempat kerja bapak gulung tikar, bossnya melarikan diri akhirnya bapak pulang ke rumah itu nggak bawa uang pesangon, nggak dapet apa-apa akhirnya di rumah kerja serabutan” terangnya.
Dia bisa melakukan registrasi ulang dengan uang pinjaman tetangga. Untuk membayar uang pinjaman tersebut, keluarganya terpaksa harus menjual motor yang mereka miliki.
Dirinya sempat mendapat beasiswa dari pemerintah daerah, namun ketika hendak mencairkan bebasiswa tersebut, suratnya ditolak. Sebab ada perubahan aturan pencairan beasiswa tersebut.
“Ternyata ada perjanjian pimpinan yang mengubah peraturan yang tadinya beasiswa untuk dua semester itu dialihkan ke tiga semester dan nggak boleh ambil sesuai nominal UKT-ku,” ungkapnya.
Sesampainya di rumah dirinya mengatakan kepada ayahnya bahwa beasiswanya tidak bisa ia peroleh. Sementara uang yang ada untuk biaya adiknya masuk SMK.
“Akhirnya aku putusin buat cuti kuliah aku bilang sama bapakku sampun pak, kulo tak cuti mawon (sudah pak, saya cuti saja) di semester ini, bapakku langsung sedih, kondisi marah-marahan juga, paginya mamaku bilang tadi malam bapakmu nangis, disitu saya tambah ‘ya Allah kenapa mak?’ ‘karena bapakmu nggak bisa ngusahain buat bayar UKT’,” katanya menirukan percakapan dengan sang ibu.