Anisa Indraini – detikFinance
Jumat, 22 Jul 2022 21:00 WIB
Jakarta – Layanan pencarian indekos, Mamikos melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada sejumlah karyawannya. Hal ini menambah daftar panjang startup yang sudah lebih dulu melakukan keputusan serupa.
Co-founder dan CEO Mamikos, Maria Regina Anggit mengatakan PHK dilakukan karena mempertimbangkan kondisi pasar dan ekonomi makro saat ini. Keputusan berat itu diambil agar perusahaan lebih sehat dan berkelanjutan.
“Dengan mempertimbangkan kondisi pasar dan ekonomi makro saat ini, Mamikos melakukan restrukturisasi untuk membuat struktur perusahaan lebih sehat dan sustain. Upaya restrukturisasi dilakukan dengan adanya perubahan fokus yang salah satu dampaknya adalah pengurangan kapasitas karyawan/layoff,” kata Maria saat dihubungi detikcom, Jumat (22/7/2022).
Maria mengaku belum bisa memberikan informasi lebih rinci termasuk soal jumlah karyawan Mamikos yang kena PHK. Meski begitu, dipastikan bahwa pihaknya berkomitmen memenuhi hak karyawan yang terdampak.
“Mamikos berkomitmen memenuhi hak karyawan secara penuh dan memberikan tambahan support seperti severance package (pesangon) sesuai dengan undang-undang dan peraturan berlaku, benefit kesehatan yang diperpanjang, dan job assistance (bantuan pekerjaan) sampai 3 bulan ke depan,” jelasnya.
Terlepas dari adanya PHK karyawan, Maria memastikan layanan Mamikos tetap berjalan seperti biasa sebagai aplikasi pencarian kos. Saat ini ada 3 juta kamar ditawarkan dengan menggandeng lebih dari 200 ribu pemilik kos yang tersebar di lebih dari 150 kota dan kabupaten seluruh Indonesia.
“Tidak ada layanan yang ditutup dan kami pastikan layanan baik ke pemilik kos dan user Mamikos akan tetap berjalan seperti biasa,” tandasnya.
Badai PHK Startup Belum Usai?
Direktur Eksekutif Institute for Development Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad pernah mengatakan bahwa saat ini fenomena ledakan gelembung atau bubble burst sedang melanda startup-startup di Indonesia. Bubble burst bisa diketahui dari kinerja perusahaan yang kurang baik.
“Pertama mereka ingin melakukan restrukturisasi karena ada skenario bisnis. Yang kedua, memang pencapaian kinerja lagi kurang bagus sehingga mereka melakukan efisiensi,” katanya kepada detikcom.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan penyebab PHK besar-besaran di startup karena alami kesulitan pendanaan setelah rencana bisnis terpengaruh pandemi COVID-19 dan penurunan pengguna yang signifikan.
Meski selama pandemi COVID-19 terjadi lonjakan pengguna internet, tidak semua merata dirasakan oleh startup. Akhirnya banyak startup kesulitan mendapatkan pendanaan baru dan investor makin selektif dalam memilih startup.
Pengusaha terkemuka Hary Tanoesoedibjo juga pernah menyebut jika hari keemasan startup sudah mulai berakhir. “The golden days of startup are already over,” kata Hary Tanoe di laman Instagramnya.
Hary Tanoe menjelaskan indikator bisnis yang sehat bisa dilihat dari arus kas atau kondisi keuangan yang positif.
Startup sendiri biasanya disokong dana oleh investor. Dana tersebut lalu banyak digunakan untuk ‘bakar uang’ demi menggaet konsumen baru dengan cepat. Sayangnya, tak semua langkah tersebut berhasil.
Nah, hal inilah yang membuat investor yang tadinya fokus pada daya tarik startup, tak mau lagi menambah investasinya. Kondisi ini mempengaruhi arus kas dan harus mengurangi pengeluaran antara lain adalah untuk biaya karyawan.